Jika ada yang bilang obat paling mujarab untuk memulihkan hati yang patah adalah jatuh cinta lagi saya adalah kelompok orang yang sepakat. Jika ada yang bilang obat paling manjur untuk menyembuhkan luka lebam hati adalah bertualang, saya juga sepakat. Dan dia membuat saya mendapatkan dua hal tersebut dalam sosoknya. Ya dia.Mas pendaki yang selalu menyediakan hati sebagai tempat saya pulang.
Dia memang bukan sosok yang selalu mengirimkan pesan-pesan penuh cinta setiap hari atau membuatkan puisi bertabur kata-kata romantis. Namun dia adalah orang yang selalu mengirimkan pesan pendek dari puncak gunung maupun saat kembali ke pos pendakian. Dan pesan-pesan itu jauh lebih manis dari semua kata romantis.
Dia memang bukan sosok yang selalu mengajak saya mencumbu tempat-tempat tinggi nan indah di penjuru nusantara. Namun dia adalah sosok yang selalu merelakan saya pergi kemana pun karena tuntutan profesi atau sekadar menuntaskan ambisi. Meski kadang ada ketidakrelaan di matanya, tapi dia selalu berujar “pergilah, aku menantimu di sini”.
Dia memang bukan sosok yang selalu mendukung mimpi-mimpi saya. Adakalanya dia mengernyitkan dahi dan berujar “Tidak selamanya kita bisa memperjuangkan idealisme, dik. Ada kalanya kita terbentur pada realitas. Ini bukan menyerah, tapi realistis”. Lantas saya sadar, justru sosok seperti dialah yang saya perlukan. Dia bukan lelaki yang selalu melambungkan mimpi-mimpi saya, namun sosok yang menjaga saya untuk tetap menjejak ke bumi dan menjaga kadar kewarasan saya.
Dia memang bukan sosok yang mampu mengerti dunia saya secara sempurna. Acapkali dia bengong kala saya berkisah tentang ini itu. Namun justru ketidakmengertiannyalah yang membuat dunia kami berdua semakin lebar dan berwarna. Saya banyak belajar tentang dunianya dan dia mencoba memahami dunia saya.
Dia memang bukan sosok yang sempurna. Namun justru dia yang mampu melengkapi saya.
Bersamanya hidup tak melulu indah. Banyak kepedihan hidup yang kami alami. Bahkan kerap kami dihadapkan pada pertarungan-pertarungan hidup yang nyaris membuat tersungkur. Namun dia selalu berhasil membuat saya percaya bahwa selama kami berdua tak ada yang perlu ditakuti. Bahwa menertawakan kegetiran hidup akan semakin meperindah langkah.
Dia adalah orang yang merelakan saya melangkah pergi dan dengan percaya diri memiliki keyakinan bahwa semua yang pergi pasti kembali. Dan dia adalah satu-satunya sosok yang mampu menyediakan rumah ternyaman bernama hati sebagai tempat saya pulang dan berlabuh. Banyak hati yang saya jumpai di tiap langkah, namun hanya dia yang mampu membuat saya tidak ingin berpaling lagi.
Dan tepat hari ini dia menggenapkan usianya. Selamat memurba, mas. Tak peduli seberapa gendut kamu nanti, seberapa jelek kamu nanti, seberapa tua kamu nanti, hati ini tak kan pernah tua. Tetaplah menjadi kamu!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar